The Definition of Puzzle Pieces
time skip ; 5 years later
Lunar berhenti sebentar untuk membenarkan tali sepatunya yang lepas akibat terburu-buru. Dirinya baru selesai menemui seorang customer di salah satu mall Jakarta. Kakinya kembali berlari ke arah mobil yang sudah terparkir di depannya. Dibukanya pintu, lalu duduk di kursi samping kemudi.
“Kan aku udah bilang jangan lari-lari...” ucap seseorang di kursi kemudi. Lunar menyengir seraya mengatur napasnya yang tak teratur.
“Aku gak sabar mau ketemu yang lain.” Lelaki tadi menyodorkan air minum untuk Lunar. Sembari Lunar minum, dia memasangkan seatbelt di badannya.
“Interview kamu gimana? Lancar?”
Mobil mulai berjalan meninggalkan parkiran mall. Membelah jalanan Ibu Kota menuju tempat yang mereka tuju. “Lancar, alhamdulillah. Katanya minggu depan aku udah bisa masuk kerja. Uji coba dulu, sih, 3 bulan awal, kalau bagus nanti bisa nerima gaji full.”
Lunar mengangguk bangga. Tangannya terulur menyisir surai hitam legam milik laki-laki yang 5 tahun belakangan mengisi hari-harinya. “Tuh, kan, kamu tuh pinter, mana mungkin ditolak? Orang kinerja sama pengalaman kamu udah bagus, kok.”
“Iya, Sayang.. Aku kemaren cuma khawatir aja takut gak diterima. Gold Company, kan, bukan perusahaan kecil.”
“Lagian kamu ditawarin ke perusahaan Ayahku gak mau, sih.. Padahal kata Ayah ada kursi kosong.”
Raja menggeleng. “Bukan aku gak mau ya, Sayang, tapi aku gak enak aja. Ayah kamu udah bantu aku masalah bisnis dan lain-lain, udah sering jadi mentor gratis aku kalau lagi bingung mecahin masalah kantor. Aku gak mau ngerepotin lebih lagi. Dan lagian, kalau aku masuk ke kantor Ayah kamu, nanti kesannya aku dapet privilege karena aku tunangan kamu, aku mau mulai dari nol di perusahaan baru.”
Lunar mencibir sebentar tapi setelahnya tersenyum. Sedikit salting karena kata-kata terakhir. 'tunangan' katanya. Kata itu membuat dia menjadi memutar balik ke kenangan 5 bulan yang lalu. Raja dan Lunar sudah resmi bertunangan. Acaranya digelar private, hanya mengundang beberapa teman dekat dan keluarga inti saja.
Waktu berjalan cepat, terlalu cepat, malah. Dua sejoli yang dulu masih saling berkata konyol satu sama lain kita menjadi pasangan dewasa yang sudah memikirkan masa depan yang lebih serius.
Tak lama mereka sampai di salah satu restoran yang memiliki private room. Mereka langsung ditunjukkan ke arah ruangan berpintu yang di dalamnya sudah tertata rapih alat makan untuk mereka gunakan nanti. Ternyata, mereka yang pertama kali datang.
“Kok Karin belum dateng, deh? Padahal dia yang mesen tempat.” Raja mengangkat bahu sambil melirik ke sekitar. Ada beberapa hiasan cantik yang tergantung di dinding. Ruangan tersebut bisa dibilang mewah hanya dilihat dari interiornya saja.
Pintu terbuka, memunculkan laki-laki yang berlesung pipit saat tersenyum. Lunar dan Raja berdiri, lalu Lunar berlari memeluk Ares erat. Usai kuliah 4 tahun di Jakarta, Ares memutuskan untuk bekerja di Bandung. Karena kemauan dari Amanda yang ingin pindah ke Bandung, mau tidak mau Ares mengikuti dengan mencari pekerjaan disana. Jadwal yang padat tidak memungkinkan Ares untuk pulang setiap minggu ke Jakarta hanya untuk berkumpul dengan teman-temannya. Itulah alasan Lunar memeluknya karena mereka terakhir bertemu sekitar 3 bulan lalu.
“Mas Ares!! KANGEN BANGET GUE SAMA LO!” pekik Lunar di ceruk leher Ares. Raja menepuk pundak Ares sambil menaikkan alisnya, pertanda dia juga senang bertemu dengan Ares lagi.
Lunar melepas pelukannya, memandang wajah Ares yang terlihat sedikit berubah sejak 3 bulan lalu. “Lo kok tirusan, sih?! Gak makan lo, ya?!!!”
“Dih! Makan gue! Cuma agak telat aja.” Lunar langsung menggeplak dada Ares. “Makan yang bener, Res!”
“Iya iya.. Kalian gimana kabarnya? Aman gak nih calon suami istri?” ledeknya membuat Raja menoyor kepalanya pelan.
“Aman, lah! Gile aja lu,” omel Raja.
Di sela tawa mereka, pintu kembali terbuka. Kali ini memunculkan perempuan yang kini sudah memanjangkan rambutnya sampai punggung. Karina, tentu saja. Karin langsung memekik saat melihat ketiga temannya di balik pintu.
“ARESSS!!!!” Dan sama seperti yang dilakukan Lunar, Karin memeluk erat Ares.
“Aaaaaa, gila gue udah lama banget gak ngeliat muka lo, Res, sumpah...” rengeknya sembari menghapus air mata yang sudah mengalir di pipinya.
“Ares doang nih, yang dipeluk? Gue enggak?” ledek Lunar. Karin langsung meringis dan memeluk tubuh tinggi Lunar.
Sama seperti Ares yang pindah ke Bandung, Karin juga pindah mengikuti orang tuanya ke daerah Tangerang. Frekuensi bertemu mereka jadi lebih sedikit karena waktu temu yang selalu tidak pas. Kalau dulu, mereka bisa langsung melipir ke caffe dekat kampus jika ingin bertemu, lain dengan sekarang.
Mereka memutuskan untuk duduk sembari menunggu 2 yang lainnya datang. Pintu lalu diketuk dengan kencang. Ares yang sedang bercerita sampai berhenti karena kaget. Kemudian pintu dibuka pelan, memunculkan tangan yang melambai dari sela pintu. Setelah tangan, disusul oleh kaki kanan, lalu perlahan muncullah tubuh utuh seorang Jonathan yang kini terbalut kemeja putih dan jas hitam.
Cara masuk Nathan yang aneh sukses mengundang ringisan yang lain. “Lo bisa masuk dengan normal dan sopan gak sih, Nat? Lo kata ini rumah nenek lo apa?” protes Ares dengan wajah gondoknya.
“Loh, kan biar kerasa surprisenya!” balas Nathan tak terima diprotes.
Raja langsung mendekap Nathan agar dia tidak banyak bicara lagi. Selain itu, tidak bisa dia pungkiri bahwa dia rindu dengan laki-laki yang selalu jadi support systemnya itu. Disusul oleh Karin dan Lunar yang memeluk Nathan bersamaan. Nathan tidak pindah kemana-mana, tetap di Jakarta bersama Lunar dan Raja. Rumahnya pun masih sama, hanya saja lebih besar dan nyaman. Kegiatannya sehari-hari hanya mengurus adik satu-satunya yang sedang dalam masa puber. Dia yang paling senggang di antara yang lain karena dia memutuskan untuk jadi content creator. Meskipun begitu, kesibukan yang lain membuat mereka tetap sulit bertemu.
5 orang sudah berkumpul, sisa satu. Yang paling jauh, paling ditunggu. Gata tidak sering pulang selama kuliah disana, dia menghabiskan waktu liburnya untuk belajar agar bisa cepat pulang. Tapi nyatanya setelah 4 tahun, dia tidak langsung pulang karena mendapat rekomendasi kerja di salah satu perusahaan disana. Pemilik perusahaannya merupakan partner bisnis perusahaan Prasetyo sejak bertahun-tahun lalu. Hingga akhirnya Gata memutuskan untuk pulang ke Indonesia untuk meneruskan bisnis keluarga Prasetyo dibandingkan di perusahaan orang. Terlalu jauh dan jenuh, katanya.
Semua pergerakan terhenti saat gagang pintu diputar pertanda ada orang yang akan masuk. Detak jantung seperti dipacu, menunggu kemunculan orang di balik pintu. Lalu tampak laki-laki berhidung mancung. Di dagunya ada masker hitam yang tidak menutupi mulutnya. Pakaian serba hitam dengan satu kalung yang melingkar di leher membuatnya makin terlihat tampan dan mengagumkan.
Karin berjalan cepat ke arah Gata dan menubrukkan tubuhnya. Gata tersenyum di ceruk leher Karin, wajahnya tampak amat bahagia sampai matanya terpejam. Gata mencium pipi Karin sebelum melepas pelukannya. “Kangen aku, ya?”
Karin yang sudah berkaca-kaca memukul dada Gata pelan. “Banget, lah!” Jawabannya membuat Gata tertawa kecil.
Pandangannya beralih menatap teman-temannya satu per satu. Takjub akan waktu yang membuat orang begitu beda setiap detiknya. Aura teman-temannya sudah bukan seperti anak bandel senang ribut seperti beberapa tahun lalu. Kedewasaan mereka terpancar 100%.
Lalu netranya menatap Lunar yang sudah basah pipinya. Tangannya direntangkan, siap menerima tubuh ringkih Lunar ke dalam pelukannya. Semua menatap ke arah pasangan kembar itu dengan haru. Lunar tidak bicara apa-apa, hanya menangis di pelukan Gata. Gata pun sama, mulutnya rapat, tapi tangannya sibuk mengelus kepala Lunar agar dia sedikit tenang.
Usai pelukan hangat itu, mereka duduk di tempatnya masing-masing. Memperhatikan perbedaan fisik yang begitu signifikan dalam jangka waktu beberapa tahun. Rambut Gata yang dulu pendek sekarang sudah menutupi wajahnya. Nathan mengecat rambutnya menjadi sedikit coklat, menghilangkan warna hitam asli rambutnya. Rahang Raja semakin tegas, bahunya pun semakin lapang. Lunar yang dulu lebih sering memakai baju casual kini mengekspos kulit putihnya dengan baju yang elegan. Karin yang lebih senang berambut pendek sebahu pun memutuskan untuk memanjangkan rambutnya. Ares yang dulu terlihat begitu lemah sekarang terlihat tegap dan gagah.
“Gue... bangga banget, sumpah.” Karin tiba-tiba bersuara.
“Sama, gue juga. Kayak ngeliat kumpulan orang sukses.” Nathan ikut menimpali.
“Gue seneng banget kita bisa kayak gini lagi, serius. Dulu kita hampir ketemu setiap hari, tapi sekarang buat ketemu full team aja harus ada yang dikorbanin. Beda banget gak sih?” Karin bertanya lagi. Semuanya mengangguk.
“Makin dewasa makin sibuk, bener. Semua sibuk sama hidupnya masing-masing karena tanggung jawabnya makin gede. Kadang gue aja suka nerawang kapan kita bisa kayak dulu lagi,” sambung Raja.
“Sumpah ya, karena terlalu kebiasaan sama kalian, rasanya kalau jauh dari kalian tuh sepi banget. Gue gak pernah ngerasa se-kesepian ini. Udah mana hidup di negeri orang, makin hah hoh hah hoh aja gue.” Yang lain tertawa mendengar perkataan Gata.
“Gak enak ya, Ta, gak ada warkop?”
“Ho'oh, gak ada pepes ikan pula, sedih dah.”
Lunar menghapus air mata yang menggenang di kelopak matanya, membuat Ares melirik. “Nangis mulu lo kayak ditinggal kawin,” ledeknya.
“ENAK AJA! AMIT-AMIT, RES, YA AMPUN..”
Helaan napas terdengar dari mulut Gata. Semua jadi menoleh. “Tuh, gak berasa, kan? Tiba-tiba udah ada yang tunangan aja.”
“Kalau diliat ke belakang kita udah ngelewatin banyak banget lika-liku, deh. Kita dulu tuh sering banget berantem karena masalah kecil.” Nathan buka suara. Semua mengangguk setuju.
“Tapi itu yang bikin kita jadi kuat, sih. Gak semua orang bisa bertahan kayak kita. Beberapa pasti udah pisah sama sahabatnya bahkan lost contact, kita beruntung loh masih bisa kumpul kayak gini,” ucap Karin.
“Karena dari awal konsep pertemanan kita kayak puzzle, bukan kayak air sama cairan pewarna.” Gata menimpali.
“Maksudnya, Ta?”
“Kalau air dan pewarna aja, mereka cuma nyatu tanpa ada hal yang spesial. Prosesnya terlalu cepat dan terlalu riskan. Kalau pewarnanya ada yang terlalu banyak pasti udah ngerusak seluruh komposisi warna dalam wadahnya. Tapi kalau konsep puzzle, kita bisa saling ngisi kekosongan yang lain dengan kelebihan yang kita punya. Masing-masing kepingan punya bagian spesialnya sendiri, gak bisa diilangin.”
“Tapi kalau satu kepingan puzzlenya hilang? Seluruh tatanannya kan bisa rusak, Ta?” tanya Lunar.
“Makanya si pemilik harus memperlakukan dengan hati-hati. Kalau hilang bisa dicari, kalau gak ada pun, seenggaknya kita masih ada kepingan lain yang utuh. Satu atau dua kolom yang hilang gak akan ngerusak seratus persen gambarnya, kan? Masih bisa dipandang walaupun kurang indah. Seenggaknya kekurangan itu bikin yang liat jadi sadar, kalau semua yang di dunia ini gak bisa ada yang sempurna.”
Dan seperti itu lah definisi persahabatan yang sesungguhnya—setidaknya bagi mereka. Bertahun-tahun diterpa badai dan angin kencang tidak membuat mereka jatuh dan tenggelam begitu saja. Mereka masih bisa saling berpegangan agar sama-sama bisa tetap melangkah. Mereka masih sama, masih orang yang sama, dan akan selalu sama. Yang beda adalah pribadi yang semakin kokoh, pikiran yang semakin matang, dan persahabatan yang semakin erat.
Dengan ini, mereka mengucap selamat tinggal pada kalian yang setia menyaksikan kisah mereka. Terima kasih untuk selalu ada. Mereka harap, kalian bisa mengambil sedikit pembelajaran dari kisah yang tak sempurna ini.
— at the end of 2021, we also end our story.
Starred : Gata Batara Prasetyo, Lunar Zebara Prasetyo, Karina Natania, Raja Manggala, Jonathan Alkawaris, dan Areska Mahadana.