she's the key
Keira menarik Alice untuk duduk di kasur apartemennya. Dia menyisir rambutnya ke belakang dengan heran sambil menatap Alice yang masih menangis.
“Lo tuh mikir apa sih, Lis?” tanya Keira. Berusaha meredam emosi yang sebenarnya sudah dia tahan sejak lama.
Alice masih bungkam. Keira melangkah untuk mengambil air putih. Diberikannya pada Alice yang menerima dengan tangan lemah. Setelah Alice meminum setengah dari isi gelas, Keira menaruhnya di meja samping tempat tidur. Dia duduk di sebelah Alice, membawa perempuan itu ke dekapannya.
Keira, Windi, dan Nara adalah saksi bagaimana hidup Alice berjalan. Waktu SMA dulu, Alice yang mereka kenal adalah Alice yang selalu ceria dan tersenyum pada siapapun yang ditemuinya. Semua orang kenal Alice, si cantik ramah dari smansa. Alice makin dikenal saat terang-terangan menolak primadona SMA tetangga di tengah lapangan dengan alasan sudah punya pacar. Dia jadi buah bibir, tapi tidak peduli dan malah menggandeng Jio di depan warga sekolah.
Di kacamata Keira, Alice hanya gadis kesepian. Kedua orang tuanya sibuk, bahkan hampir tidak melihatnya saat di rumah. Alice yang tidak bisa mendapatkan bahagianya di rumah, tetap membagikan kebahagiaan saat di luar rumah.
Keira paham betul bahwa yang dilakukan Alice dan Yogi waktu itu adalah salah besar. Namun dia juga yang paling paham mengapa Alice sampai seperti itu. Alice kesepian. Alice perlu perhatian. Dan Jio tidak bisa memberikan itu seiring berjalannya waktu. Kegiatan Jio menyita waktu kebersamaan mereka, membuat Alice nyaris menangis setiap minggu karena hanya ingin pacaran seperti anak SMA lainnya, bukan justru dibatalkan janjinya karena rapat OSIS dadakan atau tambahan olim.
Siklus itu terus berlanjut, sampai Alice sendiri kebal dengan segala alasan yang diberi Jio kala itu. Lalu datanglah Yogi, angin sejuk di tengah padang pasir. Membawa hiburan di kala sepi. Membawa tawa di kala sedih. Semua perhatian yang dia harap datang dari Jio, justru datang dari sahabat terbaiknya.
Segala kenyamanan itu membawa Alice ke dalam jurang bernamakan egois. Di satu sisi dia ingin Yogi tetap di sampingnya, tapi di satu sisi dia tidak ingin melepas Jio. Yogi pun ada di posisi yang sama. Dia tidak ingin mengkhianati sahabatnya, namun rasa cintanya pada Alice malah semakin besar. Karena itu mereka memutuskan untuk berhubungan di belakang tirai. Disembunyikan, dirahasiakan, dan disimpan rapat-rapat.
Keira adalah yang pertama mengetahui. Keira pula yang pertama memarahi Alice karena melenceng dari garis yang seharusnya. Tapi lagi-lagi dia jadi yang pertama memahami kalau itu bukan ranahnya. Yang terpenting adalah kebahagiaan Alice. Dia akhirnya menutup mata dan membisukan mulut.
Namun kini Keira sudah dewasa. Dia juga yakin Alice sudah bukan Alice yang dulu lagi. 2 tahun mereka berjauhan, lost contact, lalu bertemu lagi setelah sekian lama. Dia pikir Alice sudah mengerti dimana batas-batasnya. Tapi ternyata dia salah. Alice tetap Alice, si ramah tapi juga si egois. Sisi egois Alice ternyata masih ada. Bahkan saat jelas-jelas dia tau bahwa Jio sudah punya pacar, dia tidak peduli dan malah berusaha mendapatkan Jio kembali.
“Lo gak belajar dari kesalahan kah, Lis?” tanyanya pelan.
Alice menarik diri. Memainkan jari-jari dengan kepala tertunduk. “Ini di luar kendali gue, Kei..”
“Di luar kendali gimana sih, Lis? Lo gak lagi mabuk. Lo sadar sepenuhnya bahwa lo itu salah!”
“TAPI NIAT AWAL GUE BUKAN ITU, KEI!”
Mendengar suara Alice yang mulai meninggi, Keira memutuskan untuk mengalah. “Sorry, gue kebawa emosi.” ucap Keira.
“Tadinya gue dateng buat bilang kalau gue udah nyerah, Kei,” ujar Alice pelan. Keira menengok, tertarik. “Gue beneran mau nyerah buat balikin Jio ke pelukan gue lagi. Gue cuma mau say good bye ke dia. Jio seneng. Gak pernah gue liat dia seseneng itu. Terus dia bawa gue ke taman belakang rumahnya, ada bunga mawar, bunga kesukaan gue. Dia nanam bunga itu dan ngerawatnya sendiri sampe jadi cantik.... banget, Kei. Gue terharu. Karena alasan dia nanam bunga itu karena gue.”
Tangan Keira terulur untuk mengelus punggung Alice. “Dan entah gue kesetanan atau gimana, tiba-tiba gue nyium dia, Kei. Gue nyesel banget, serius. Gue gak ngerti kenapa tiba-tiba gue lancang kayak gitu. Gue gak maksud sama sekali.”
“Maybe it's because you miss him so much.“
“Mungkin.” lirih Alice.
Keira teringat sesuatu. “Kalau lo ke rumah Jio buat say good bye, kenapa lo bilang kalau kalian balikan?”
Helaan napas Alice keluar lagi. Kali ini lebih berat, lebih banyak penyesalan. “Perpisahan bukan keinginan gue kan, Kei? Hati gue masih mau Jio. Mungkin karena itu gue jadi ngeliat kehancuran hubungan mereka sebagai kesempatan untuk gue masuk. Akhirnya kata-kata bodoh itu keluar gitu aja. Gue pikir gue bakal seneng setelah bikin keduanya hancur, tapi ternyata gak sama sekali. Gue salah besar, Kei. Gue bukan lagi Alice yang bisa bahagia di atas derita orang lain. Apalagi derita Jio.”
Sekali lagi Keira memeluk Alice. Dia salah. Ternyata Alice yang kini di depannya adalah Alice yang sudah paham dimana batasnya. Alice hanya tidak mengerti cara mengendalikan perilaku dan perkataannya. Alice tau bahwa batasnya hanya di garis pertemanan dengan Jio, tidak bisa lagi lebih. Tapi Alice tidak mengerti bagaimana caranya lapang untuk menerima kenyataan.
“Lo harus beresin semua kesalahpahaman ini, Lis. Lo harus jelasin kalau maksud lo bukan itu. Kalau lo mau Jio bahagia, biarin mereka bersama. Lo harus cari kebahagiaan lo sendiri. Jangan merasa terikat sama Jio.”
“Kasih gue waktu untuk bisa lepasin Jio dengan lapang, Kei.”
Keira menggeleng. “Gue gak berhak buat ngasih lo waktu itu, Lis. Kendalinya bukan di tangan gue. Lo yang harus berusaha berdamai sama itu semua. Waktu gak akan mempengaruhi kalau lonya sendiri masih muter di lingkaran yang sama. Jangan terlalu lama, Lis, semua kuncinya ada di lo. Jio hancur, semuanya juga. Gue yakin Elias gak sudi ketemu sama Jio setelah semua yang terjadi. Cuma lo yang bisa kasih mereka bukti kalau bukan Jio yang salah.”