hidup juga tentang membela diri


Jio baru saja keluar dari kamar mandi. Terhitung sudah 2 hari dia dirawat. Selain karena alergi, badannya juga melemah karena akhir-akhir ini terlalu stress dan kelelahan. Dokter menganjurkan untuk dirawat 4 hari agar tubuhnya tidak mudah drop.

Ajun terus menemani Jio. Bahkan dia ingin membolos kelas demi menjaga Jio tapi Jio mengancam akan menghancurkan semua gundam di rumahnya kalau dia nekat bolos. Alhasil dia hanya datang setelah kelas atau setelah pulang ke rumah untuk mandi. Selama dirawat, Jio lebih banyak tidur dan melamun. Dia tidak memiliki keberanian untuk mengirim pesan pada Kai.

Dia tau semua kejadian hari itu bukan 100 persen salahnya. Tapi mulutnya kelu jika harus disuruh menjelaskan. Dia merasa semua akan sia-sia, tidak ada yang mendengarkan. Sama seperti ayahnya yang tidak pernah mendengarkan semua perkataannya.

“Ayah, Bunda disuruh-suruh sama Tante itu! Bunda lagi sakit tapi disuruh masak, Yah, omelin dong!” ucap Adagio umur 8 tahun. Lalu respon sang ayah?

Hanya, “Ya itu, kan, emang kewajiban Ibu rumah tangga, Jio.. Semua sama-sama kerja di rumah ini.” Tanpa tahu kenyataan sebenarnya.

Ibu dari Habilal itu, tidak pernah memegang pekerjaan rumah tangga kala suaminya tidak di rumah. Kerjanya hanya memerintah. Tapi bisa berubah jadi rajin kalau suaminya sedang di rumahnya, membuat Bunda Jio jadi terlihat buruk.

“Ayah, tadi Jio didorong sampai luka sama Tante itu! Liat, lutut Jio berdarah.” ucap Adagio umur 10 tahun.

Tapi lagi-lagi responnya, “Jatuh itu wajar, Jio.. Kalau gak jatuh, kamu gak tau rasanya sakit kayak gimana. Lagian gak mungkin Mama ngedorong kamu.”

Dan lagi, “Jio dilarang ke makam Bunda sama istri Ayah itu. Bisa tolong bilang untuk sopan gak?” ucap Adagio umur 12 tahun.

“Adagio bisa tolong berhenti ngadu gak? Kamu jangan sembarangan nuduh Mama yang nggak-nggak! Gak mungkin Mama setega itu!”

Setelahnya, dia memutuskan untuk tidak pernah menjelaskan apa yang menurutnya benar. Dia memutuskan untuk tidak pernah membela dirinya di depan orang-orang yang tidak akan pernah percaya. Dia tau hasil akhirnya tidak akan seperti yang dia inginkan. Oleh karena itu, saat seluruh orang percaya bahwa dia mencium Alice dengan sengaja dan kini kembali menjalin hubungan dengan Alice, dia memutuskan untuk mengikuti apa yang ingin mereka percayai.

Jio pasrah.

“Jangan bengong mulu sumpah, gue ngerti lu kesambet, anjrit!” omel Ajun yang baru sampai.

“Udah mandi lo?”

“Udah lah!” dia mengangkat tas berisi makanan. “Nih, dimasakin sop ayam sama nyokap gue.”

Jio tersenyum kecil. Terharu masih ada yang mengingat kehadirannya. “Bilang makasih, gitu.”

“Katanya kalau udah sembuh nginep di rumah gue aja. Biar diawasin makanannya.”

“Gak usah, ngerepotin.” Jio memasukkan sesendok kuah sop ayam ke mulutnya. Hangat langsung menjalar ke seluruh badannya.

“Dih, nggak! Orang nyokap gue kesepian di rumah. Selama liburan semester lo di rumah gue aja. Gue ada acara nginep 2 hari sama temen organisasi soalnya. Temenin nyokap gue.”

“Gak mau, Jun, gak enak guenya. Masa gak ada lo gue malah di rumah lo?”

“YAELAH JIII, kayak sama siapa aja dah!”

“Gue di rumah aja serius, gapapa.”

Ajun rasanya ingin menyentil dahi Jio kalau saja dia tidak sedang sakit. “Lo tuh batu banget sih!!”

“Lo gak bilang sama siapa-siapa, kan, kalau gue dirawat?” ujar Jio mengganti topik.

“Bilang ke Elias.”

“JUN!”

“Apa? DIA NYALAHIN LO ANJINGGG, MASA GUE DIEM AJA?!” pekik Ajun emosi.

“Justru itu, Jun, mendingan dia nyalahin gue aja dan gak tau keadaan gue!” balas Jio tak kalah emosi.

“Ji, dia tuh aneh anjir! Biasanya juga kepala dingin dulu, lah ini tiba-tiba nyalahin lo gitu aja! Dia gak tau apa kalau Alice tuh dari dulu emang suka asal omongannya? Dia gak tau Alice bisa bertindak apa aja?”

Jio tertunduk, helaan napasnya terdengar. “Soalnya ini nyangkut Kaia, Jun. Adeknya Elias, kesayangannya Elias. Siapapun yang nyakitin dia, itu balasannya.”

Ajun ikut menghela napas lelah. Serba salah. “Lo ada coba jelasin ke Kai, gak?”

Jio menggeleng lemah.

“KAN! LONYA JUGA BLOON!!”

“Dia gak akan percaya juga kan, Jun? Lagian dia juga bilang gue sama dia udah selesai. Biarin aja dia ngira gue yang salah. Itu yang mau mereka percaya, kalau gue antagonisnya.”

Ajun benar-benar mau mengeluarkan sumpah serapah yang banyak. Dia tau sahabatnya ini tolol, tapi dia tidak menyangka kalau ketololannya masih diulangi di hubungannya yang sekarang.

“Gue udah di tahap pasrah deh, Ji, sama lo. Yang jelas gue selalu ada di pihak lo. Kalau butuh bantuan, ke gue aja. Tapi saran gue,” Ajun menjeda.

”..jangan hidup dengan merasa kalau apa yang lo lakuin itu sia-sia. Gak ada yang sia-sia, Ji, even waktu lo ngebela diri lo. Walaupun orang-orang gak percaya sama perkataan lo, seenggaknya lo udah hidup dengan baik. Lo memanfaatkan kesempatan yang ada dengan baik. Lo harus belajar bahwa hidup gak selalu tentang berkorban, tapi juga tentang membela diri. Jangan jadiin diri lo sebagai antagonis kalau lo bukan si jahat.”