a letter

Belakangan ini banyak hal yang mengganggu Anjani. Mulai dari ayahnya yang menekannya untuk memilih jurusan agar ada persiapan menuju kelas 12. Lalu omongan Garvi tentang dirinya yang menjadi beban dan penghambat Askar untuk bertumbuh. Ditambah kejengkelannya pada Kiara yang menurutnya begitu kekanakan.

Untuk apa pula Kiara menaruh hadiah untuk Askar di kolong mejanya setiap hari? Untuk membuatnya cemburu? Panas? Marah? Anjani tidak begitu peduli. Dia tau Askar tidak akan merespon Kiara bahkan kalau perempuan itu kayang di tengah lapangan untuknya sekalipun.

Bicara tentang Askar, sebenarnya Anjani sempat berpikir apakah dia egois karena secara tidak langsung menyuruh Askar untuk menjauhi Kiara hanya karena dia tidak nyaman. Tapi Askar pernah bilang, dia sendiri juga tidak terlalu nyaman dengan perlakuan Kiara yang bisa dibilang agak 'agresif' itu. Mendengar itu hati Anjani mulai tenang dan tidak menggubris sindiran Kiara—ya walau dia mau merauk muka Kiara tiap dia jalan di depannya sih.

Biasanya Anjani akan langsung menaruh kado dari Kiara di atas meja Askar, tapi kali ini lain. Ada kertas dengan tulisan besar “Buat Anjani” di atasnya. Sontak dia mengambil kertas itu dan mengantonginya.

“Mau kemana?” tanya Askar sembari menahan tangan kirinya.

“Ke toilet.” Genggaman Askar dilepas bersamaan dengan anggukan kecil. Anjani buru-buru melangkah pergi ke toilet untuk membaca sehalaman kertas itu. Bre dan Kavi yang baru sampai langsung menatapnya bingung dan bertanya pada Askar. “Kemana dia?”

Askar menjawab sambil memainkan ponsel. “Toilet katanya.”

“Kok tumben gak minta temenin gue? Biasanya juga minta ditemenin.” Pertanyaan Bre hanya dijawab Askar dengan mengangkat bahu.

Anjani masuk ke salah satu bilik toilet, menguncinya, lalu membuka lipatan kertas itu. Dan mulai dari kalimat pertama hingga terakhir, yang dia rasakan hanyalah paku yang makin lama makin dalam menusuk ke hatinya.

Dear, Anjani, si manja yang selalu nempel sama Askar kayak parasit.

Don't get me wrong, hadiahnya buat Askar, bukan buat lo. So better put em on Askar's desk immediately!

Well, i'm not asking for a big thing actually, gue cuma mau lo pergi dari hidup Askar. Why? Karena I know him better than you, I know what he really wants deep in his heart. You know what? Askar just wants to be free. From you.

Lo pernah mikir gak sih selama bertahun-tahun kalian temenan tuh lo sebenernya cuma ngerepotin dia? Pernah gak otak lo yang bego itu mikir kalo lo ini benalu buat dia? Ya gue rasa gak pernah ya, soalnya lo itu a self-centered person. Lo mana peduli orang lain, maunya lo yang jadi pusat perhatian kan?

Saran dari gue sih, lepasin Askar. Gue gak peduli lo ini HTS atau saling suka atau apapun, intinya lo itu gak cocok sama dia. Lo mau liat Askar bahagia kan? Then fucking leave him. Karena ya... I deserve him more than you, bitch.

Your Princess, Kiara.

Usai membaca itu, entah kenapa ada banyak emosi yang menyelimutinya. Marah, sedih, hampa, semua bercampur jadi satu membentuk satu lingkaran setan di otaknya. Tangannya melipat kertas itu perlahan dan mengantonginya kembali. Punggungnya mundur mencari tumpuan pada dinding. Pandangannya lurus, kosong, menatap dinding di seberangnya seperti semua ancaman.

Benalu.

A self-centered person.

Askar wants to be free. From you.

From me..” ucapnya lirih, menimpali suara-suara di kepalanya.

Walaupun hanya berbentuk surat, dia bisa dengan jelas membayangkan wajah dan suara Kiara di benaknya. Kiara yang menatapnya sinis sekaligus remeh. Yang berjalan ke arah Askar dengan anggun dan mengintimidasi, seakan menyuruhnya menyingkir dari samping Askar. Membuatnya seakan merasa bahwa di samping Askar bukan lah tempatnya, tapi tempat Kiara. Dia marah pastinya. Jengkel apalagi. Tapi amarahnya tidak ada yang bisa keluar dari mulutnya. Seakan Kiara adalah seorang berkuasa yang bisa memutarbalikkan fakta dan kata. Dan nyatanya... benar.

Anjani tanpa sadar terperangkap pada lingkaran manipulasi Kiara yang sengaja dibuatnya agar Anjani menyingkir dari kehidupan Askar. Kiara sengaja mengirim kado-kado untuk Askar di meja Anjani setiap hari disaat dia sudah tau dimana Askar duduk. Dia ingin Anjani tau, bahwa dirinya, sang balerina cantik nan anggun, adalah sosok yang tepat untuk Askar. Bukan Anjani.

Satu air mata lolos, disusul temannya yang lain. Begitu deras sampai Anjani kewalahan menyekanya dengan tangan kecilnya. Dadanya terlalu sesak untuk bernapas normal. Rasanya beban pikiran yang ada di otaknya belakangan ini berlomba-lomba keluar dalam bentuk air mata.

Entah bagaimana Anjani merasa bahwa tulisan Kiara tadi benar adanya. Bahwa dia hanya benalu untuk Askar. Pantas saja Garvi bilang dia egois, karena memang itu nyatanya. Karena memang dia egois untuk menahan Askar tetap di sisinya, hanya untuknya, dan selalu pulang padanya. Karena nyatanya ikatan persahabatan dia menjadi penjara untuk Askar. Karena memang dia lah letak masalahnya.

Karena seharusnya, Anjani tidak boleh menggantungkan hidupnya pada Askar.